Mendagri Wacanakan Pilkada 2010 Serentak
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menggulirkan wacana penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di seluruh Indonesia.
"Pilkada serentak sisi positifnya banyak. Bisa menghemat pembiyaan dan perekonomian daerah tidak terganggu," papar Gamawan saat rapat kerja dengan Komisi II di Gedung DPR, Senayan, Rabu (11/11/2009).
Tapi permasalahannya, lanjut dia, payung hukum yang ada tidak memungkinkan dilakukannya Pilkada Bupati dan Gubernur dilakukan secara serempak.
"Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang penggabungan Pilkada Gubernur dan Bupati/Walikota hanya dimungkinkan dilakukan dalam waktu 90 hari," tambahnya.
Oleh sebab itu, pilkada serempak baru bisa dilaksanakan kalau UU Nomor 12 Tahun 2008 direvisi. Gamawan setuju jika pilkada serempak dilakukan dua atau tiga kali dalam kurun waktu lima tahun.
"Tapi usulan ini masih didiskusikan dengan para pakar dan ahli. Depdagri juga sedang mengkonsolidasikan dengan Bawaslu dan KPU untuk persiapan Pilkada 2010 yang akan terselenggara di 244 daerah, yang terdiri dari tujuh provinsi dan 237 kabupaten/kota," paparnya.
Setelah berkonsolidasi dengan KPU dan Bawaslu, pemerintah mentargetkan pelaksanaan Pilkada 2010 tepat waktu.
Berkaitan dengan itu, anggota Komisi II Tubagus Iman Aryadi menilai pelaksanaan pilkada serentak akan mengalami dua kendala. Pertama, kedaulatan rakyat akan bergeser pada elit. Kedua, ini akan berkaitan dengan pertanggungjawaban konstitusional yakni berdemokrasi secara langsung.
"Saya berharap kita punya jawaban kontekstual agar tidak melakukan pelanggaran konstitusional," kata politisi Partai Golkar itu.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi II dari Fraksi Demokrat Djufri. Untuk melakukan pilkada serempak, perlu dilakukan revisi atas UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah.
"Dengan adanya revisi undang-undang tersebut pilkada tidak dilakukan secara langsung melainkan pemilihan secara terbatas melalui DPRD," pungkas Djufri.
Sumber: Okezone.
DPR Desak KPU dan Bawaslu Serius Siapkan Pilkada 2010
Ketua DPR Marzuki Alie mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun KPU Daerah KPUD serta Badan Pengawas Pemilu dan Panitia Pengawas Pilkada untuk segera mempersiapkan pelaksanaan Pilkada 2010 dengan baik. DPR meminta segala persoalan Pilkada harus segera diselesaikan.
“Dewan mendesak KPU beserta KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota juga Bawaslu dan Panwaslu Pilkada Provinsi dan Panwaslu Pilkada Kabupaten/Kota yang terbentuk bisa mempersiapkan pelaksanaan Pilkada dengan sebaik-baiknya,” tegas Marzuki Alie dalam pidato pembukaan Masa Sidang DPR, di Gedung DPR, Senin (4/1)
Soal masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) misalnya, Ketua DPR menegaskan bahwa DPT harus segera dituntaskan sehingga kasus-kasus yang terjadi pada pemilihan umum yang lalu (baik pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden) tidak terulang kembali dalam pelaksanaan Pilkada. Selain itu, sengketa terkait dengan permasalahan regulasi pemilihan Panwas Pilkada juga perlu diantisipasi dan disikapi dengan arif dan bijaksana.
Soal gagasan usulan pelaksanaan Pilkada serentak, Marzuki Alie menilai gagasan tersebut perlu dikaji secara mendalam, khususnya mengenai waktu pelaksanaannya. "Apakah siap dilaksanakan tahun 2011, 2012, atau tahun 2013,” paparnya.
Hal tersebut dinilai penting dan strategis karena pemilihan secara serentak jelas-jelas dapat menghemat keuangan negara. "Namun demikian, masih diperlukan pengkajian dan pembahasan secara matang antara DPR dan Pemerintah."
Menyinggung soal wacana pemilihan Gubernur melalui DPRD, Marzuki juga menyarankan ide itu dikaji secara mendalam. “Wacana itu juga harus dikaji dan dibahas, mengingat biaya yang harus dikeluarkan demikian besar namun tidak sebanding dengan kewenangan yang dimiliki oleh gubernur sesuai dengan undang-undang,” imbuh Marzuki Alie.
Sumber: JPPN.
Sengketa Pilkada 2010 Diperkirakan Capai 50 Persen
Mahamah Konstitusi (MK) memprediksi sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2010 mencapai 30-50% atau 73 hingga 122 perkara dari 244 daerah yang akan melaksanakan pilkada. MK akan terus melakukan penyempurnaan case management system secara khusus untuk mengantisipasi beban perkara tersebut.
"Dari data terbaru yang telah diolah, sepanjang tahun 2010 diperkirakan akan berlangsung sekitar 244 pilkada. Berdasarkan pengalaman MK menangani sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) selama ini, maka diprediksi sekitar 30-50% dari pilkada 2010 masih berpotensi menjadi sengketa yang akan dimohonkan ke MK," kata Ketua MK Mahfud MD pada acara refleksi kinerja MK 2009 bertajuk mengawal demokrasi menegakkan keadilan substantif di Jakarta, Selasa (29/12).
Mahfud mengatakan dalam penanganan perkara dengan kuantitas dan intensitas yang cukup tinggi pada 2010, MK akan meningkatkan kemampuan dari segenap elemen MK baik para hakim konstitusi maupun unit pendukungnya yakni secretariat jenderal dan kepaniteraan MK. "MK juga akan melakukan koordinasi dengan KPU dan Bawaslu untuk mengatur langkah bersama meminimalisasi terjadinya sengketa pilkada," ujarnya.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow mengatakan ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam pilkada 2010. Yakni, masalah daftar pemilih, kesediaan anggaran, panitia pengawas pilkada yang tidak legitimate, teknis pemberian tanda dan terkait kartu pemilih, regulasi yang tidak sinkron, penyelenggara yang tidak professional, dukungan pemerintah daerah yang tak sepenuhnya, dan masalah dana kampanye.
"Suasana pilkada 2005 yang lalu berbeda dengan 2010 mendatang. Pada 2005 daftar pemilih itu tidak banyak dipersoalkan, tapi untuk 2010 nanti daftar pemilih saya perkirakan akan banyak dipersoalkan. Apalagi daftar pemilih yang digunakan untuk Pilkada 2010 bersumber dari DP4 yang diserahkan pemerintah daerah. Sudah pasti lebih baik pakai data pemilu terakhir pilpres lalu karena itu sudah dimutakhirkan dan tinggal memasukkan yang belum terdaftar," ujar Jeirry.
Mengenai anggaran, ujar Jeirry, masih banyak KPU daerah yang mengeluh karena anggaran yang mereka usulkan dipotong pemerintah daerah. "Bagaimana menyelenggarakan pilkada kalau yang diusulkan misalnya Rp50 miliar tapi yang disetujui hanya Rp30 miliar. Bagaimana cara melaksanakan pemilu kalau kondisinya seperti itu," ujarnya.
Jeirry juga mengkhawatirkan kualitas pengawasan pilkada karena adanya panwas yang dianggap tidak legitimate akibat perseteruan Bawaslu dan KPU. "Pilkada 2010 ini juga akan rawan perselisihan karena tidak sinkronnya peraturan KPU dengan ketentuan yang diatur dalam UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU 32/2004 tentang Pemda," ujarnya.
Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan mengatakan pelaporan dana kampanye pilkada akan rawan dana siluman yang bersumber dari kejahatan. "Pelaporan dana kampanye pilkada itu hanya syarat formalitas. Kalau regulasinya seperti sekarang ini, maka akan sulit mengungkap pelanggaran dana kampanye atau dana yang bersumber dari kejahatan," ujarnya.
Sumber: Media Indonesia.
Cetro: Pilkada 2010 Sebaiknya Ditunda
Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Center of Electoral Reform/CETRO) Hadar Naviz Gumay mengatakan, pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan diselenggarakan di 244 daerah di Indonesia pada 2010, sebaiknya ditunda karena permasalahan pada regulasi dan pendanaan. "Sebaiknya ditunda pelaksanaannya dan lakukan perbaikan diantaranya tata dulu peraturannya. Soal pendanaan juga ada daerah yang belum siap," katanya, di Jakarta, Kamis.
Regulasi yang dimaksud, yakni berkaitan dengan tata cara pemberian suara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, untuk mengatur tentang tata cara pemberian suara yakni dengan mencoblos.
Padahal, menurut Hadar, tata cara pemberian suara seharusnya konsisten. Jika pada pemilu 2009 sebelumnya pemilih diharuskan memilih dengan cara menandai surat suara, maka sebaiknya model tersebut tetap digunakan untuk pilkada 2010 . "Cara memberikan suara itu harus ditetapkan. Jangan dulu centang sekarang KPU tutup mata dan menetapkan menggunakan coblos, ini akan membingungkan masyarakat," katanya.
Selain berkenaan dengan tata cara memilih, Hadar juga menilai sengketa pembentukan panitia pengawas (panwas) pemilu, merupakan wujud belum siapnya pengawasan pilkada."Pembentukan panwas juga tidak jelas, sehingga harus menunggu fatwa MA. Padahal panwas sudah harus dibentuk sebelum tahapan pilkada berjalan," katanya.
Sementara dari sisi anggaran, lanjut Hadar, harus dipastikan daerah mampu memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pilkada. Jika daerah tidak memiliki dana yang cukup, maka sebaiknya tidak memaksakan untuk menyelenggarakan pemilu.
Hadar mengatakan, sebaiknya pilkada 2010 diundur hingga revisi UU 32/2004 tuntas dan UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang penyelenggara pemilu.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Saut Situmorang mengatakan, semua pihak baik Depdagri, Komisi II DPR, KPU, dan Bawaslu telah sepakat untuk menyelenggarakan Pilkada 2010.
Ia mengatakan, permasalahan anggaran bukan alasan untuk menunda pilkada. Masalah pembiayaan itu, ujarnya, dapat dicari jalan keluarnya tanpa harus melakukan penundaan.
"Perlu dipertimbangkan standar harga lokal serta kemampuan daerah dan dalam waktu bersamaan mengupayakan efisiensi serta kelancaran penyelenggaraan pilkada," katanya.
Sumber: Kompas.
Gamawan: Pilkada 2010 Tak Mungkin Ditunda
Pemerintah tetap akan melaksanakan 246 pemilihan kepala daerah (pilkada) di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2010. Untuk menghadapi pilkada tersebut, Departemen Dalam Negeri telah menyelesaikan segala kekurangan dari peraturan-peraturan yang mengatur pilkada.
"2010 kami sudah sepakati dengan KPU dan Bawaslu. Harus kami selenggarakan 246 pilkada ini," ucap Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta, Jumat (4/12).
Gamawan menjelaskan, penundaan penyelenggaraan Pilkada 2010 sulit dipenuhi karena perlu dilakukan perubahan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah diselenggarakan lima tahun sekali.
"Kalau ditunda perlu perubahan UU No 32 Tahun 2004 dan itu memerlukan waktu sementara bulan Febuari 2010 sudah ada pemilu," ucap dia.
Mengenai masalah pembiayaan, Depdagri sudah menyelesaikan perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 44 Tahun 2007 tentang Anggaran Pilkada. "Minggu ini saya tanda tangani. Jadi sudah diatur satuan biaya mana yang dipakai, satuan biaya pilpres atau pilkada," jelas Gamawan.
"Kalau biaya pilkada dibandingkan dengan biaya pilpres naik lima kali lipat karena standar biaya pilpres sangat besar. Jadi, kami ambil jalan tengah. Tidak pakai biaya pilkada lama dan tidak pakai pilpres. Seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia disamakan," ucap dia.
Mengenai pernyataan anggota Komisi II DPR yang menginginkan pilkada ditunda, menurutnya, itu merupakan pernyataan pribadi bukan institusi. "Kami mintalah pengertian dari teman-teman di Komisi II agar (Pilkada) 2010 tetap berjalan," ucap Gamawan Fauzi.
Sumber: Kompas.
Pilkada 2010 Diusulkan Ditunda ke 2011
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemiihan Umum (KPU) Ramlan Surbakti mendukung usulan penyelenggaraan pemilu kepala daerah (pilkada) serentak secara bertahap. Hal ini bisa dilakukan dengan dua pengelompokan transisi, pada 2011 dan 2013.
''Pilkada yang sedianya digelar 2010 sebaiknya digelar serentak pada April 2011. Lalu selanjutnya pada 2013,'' kata Ramlan di depan rapat dengan Komisi II DPR, Rabu (28/10) siang di Jakarta. Selama jeda antara akhir masa jabatan dengan penyelenggaraan pilkada serentak, ujar dia, kepala daerah diisi oleh pejabat sementara (pjs).
Penundaan penyelenggaran pilkada yang seharusnya digelar pada 2010 ini, kata Ramlan, juga diperlukan untuk menuntaskan revisi UU dan konsolidasi. ''Pilkada menyita perhatian, perlu konsolidasi kalender waktu,'' imbuh dia.
Selain pelaksanaan pilkada serentak secara bertahap, Ramlan juga mengusulkan penyusunan UU Pilkada yang terpusat. Pilkada, kata dia, harus dipisahkan dari UU Pemerintahan Daerah.
''Titik lemah pilkada adalah kepastian hukum. Dengan UU terpisah, aturan akan lebih lengkap,'' ujar dia.
Revisi UU 22/2007 tentang penyelenggara pemilu pun, menurut Ramlan, harus segera dilakukan dan bisa menggunakan waktu jeda penundaan pilkada ini. Masalah seleksi anggota KPU misalnya, harus dibenahi.
Syarat mengedepakan keahlian harus diutamakan dalam rekrutmen tersebut. ''Tes untuk KPU kemarin itu seperti tes untuk kopral, tapi kerjanya seperti jenderal,'' ujar dia mengritik.
Struktur kesekretariatan di KPU pun, imbuh Ramlan, harus diatur rinci dalam UU. Demikian pula masalah kode etik, dewan kehormatan, dan Badan Pengawas Pemilu. Selama ini pengawasan terhadap penyelenggara pemilu tidak efektif, sebut dia, antara lain karena tiga dari lima anggota Dewan Kehormatan KPU adalah anggota KPU.
''Waktu 15 bulan (penundaan pilkada) tadi juga untuk membentuk KPU yang baru,'' tegas Ramlan. Idealnya, KPU baru sudah ada 2,5 hingga tiga tahun sebelum penyelenggaraan pemilu.
Sumber: Republika Online.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.