Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha

Sebelum menjabat sebagai juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha menandatangani terlebih dahulu pakta integritas yang memuat tugas pokok, dan fungsi, apa yang menjadi tanggung jawab sesuai dengan nomenklaturnya. Saya staf khusus untuk juru bicara dalam negeri. Saya menangani hal-hal yang berkaitan langsung dengan dalam negeri,” ujarnya.

Julian menambahkan bahwa dia bertugas untuk menyampaikan pesan-pesan Presiden secara utuh dan tepat agar lebih jernih diterima oleh publik.

“Karena kita tahu biasanya ada sedikit misleading atau kesimpangsiuran dan ketidakakuratan. Meskipun tidak semuanya dalam informasi yang diberikan baik langsung atau tidak oleh Presiden,” katanya.

Julian dilahirkan di Teluk Betung, Lampung. Dia meraih gelar sarjana dan magister di FISIP UI. Program doktornya dari Hosei University, Jepang.

Kembali dari Jepang tiga tahun lalu, Julian dipercaya sebagai ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik UI. Setahun kemudian, pria yang dikenal memiliki disiplin tinggi itu dipromosikan menjadi Wakil Dekan FISIP UI.

Juru bicara Kepresidenan yang baru, Julian Aldrin Pasha mulai bertugas menggantikan Andi Mallarangeng untuk menyampaikan pandangan dan pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang berbagai isu di dalam negeri kepada masyarakat.

Julian Adrian Pasha diberi kepercayaan untuk menjadi juru bicara presiden urusan dalam negeri, sementara Dino Patti Djalal tetap menjadi juru bicara bidang luar negeri.

Mempertanyakan Jubir Kepresidenan

Harus Mengerti Pikiran-Pikiran Presiden

Sumber: Jawa Pos, 24/02/2001

DALAM sejarah ketatanegaraan, juru bicara kepresidenan pernah pula
diterapkan pada pemerintahan Presiden Soekarno. Dengan demikian, apa yang
dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid mengangkat tiga jubir presiden --Wimar
Witoelar, Adhi M. Massardi, Yahya C. Staquf-- bukanlah yang pertama kali
dalam sistem pemerintahan kita.

Setelah Bung Karno, presiden-presiden berikutnya pun, secara umum pernah
menggunakan posisi jubir kepresidenen. Bedanya, ada yang secara tegas dan
jelas disebut jubir. Tapi, ada yang terselubung. Tapi, prinsipnya, peran dan
posisi jubir kepresidenen pernah diterapkan hampir semua presiden Indonesia.
Zaman Presiden Soeharto, di awal-awal pemerintahannya pernah mengenal apa
yang disebut asisten pribadi (Aspri).

Mereka adalah Ali Moertopo, Soedjono Humardani, dan Alamsjah Ratuperwiranegara. Ketiga tokoh itu, dikenal sangat berpengaruh dan menjadi semacam penerjemah kebijakan-kebijakan presiden.

Setelah fungsi Aspri dihapus, peran jubir kepresidenan diambil alih
Mensesneg. Moerdiono merupakan Mensesneg yang mampu merepresentasikan
sebagai juru bicara presiden. Dialah tokoh yang dipercaya dan dianggap
mengerti betul pikiran-pikiran presiden. Makanya, apa yang dikatakan
Moerdiono bisa diartikan sebagai pikiran dan pernyataan presiden.

Zaman Presiden Habibie, posisi dan peran jubir kepresidenen diambil alih
orang-orang kepercayaannya saat di ICMI. Mereka antara lain Dewi Fortuna
Anwar, Umar Juoro, dan Jimly Ashieddiqie. Posisi resminya sebagai staf ahli.
Tapi, peran dan posisinya lebih mirip sebagai jubir kepresidenen.

Baru di masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, posisi dan peran jubir
kepresidenen diformalkan. Jumlahnya tiga orang, yaitu Wimar Witoelar, Adhi
M. Massardi, dan Yahya C. Staquf. Tiga orang inilah yang selama ini
menyampaikan sikap, pikiran, dan pernyataan-pernyataan presiden kepada
publik lewat pers. Sudah barang tentu, presiden sendiri kerap menyampaikan
pikiran-pikirannya secara langsung.

Namun, keberadaan Wimar dkk belakangan dipersoalkan sejumlah pihak. Nada
minor muncul karena Wimar dkk sering membuat interpretasi sendiri. Tuduhan
paling ekstrim, jubir kepresidenan sering memelintir berita. Kasus mutakhir
terjadi saat panitia Kelompok Cipayung menghadap presiden.

Saat jumpa pers, Wimar menyebut Kelompok Cipayung datang untuk memberi
dukungan pada presiden. Tapi, pernyataan Wimar langsung diinterupsi Kelompok
Cipayung. Menurut Kelompok Cipayung, mereka datang ke presiden bukan dalam
kapasitas untuk mendukung atau menolak kepemimpinan presiden. Kelompok
Cipayung datang untuk minta kesediaan presiden hadir dalam pertemuan alumni
Kelompok Cipayung.

Kasus itu membuat sejumlah wartawan di Istana Negara mempertanyakan
kredibilitas dan kapasitas Wimar. Tokoh yang dikenal pandai merangkai
kata-kata itu dianggap telah membuat interpretasi dan memelintir fakta.
Entah karena kasus itu atau tidak, belakangan, Presiden Wahid menyatakan
tidak bisa hadir dalam acara Kelompok Cipayung yang diadakan di Hotel
Borobudur itu.

"Posisi juru bicara presiden itu atas nama presiden. Makanya, setiap
perkataan dan pernyataannya harus terkendali," ujar pakar hukum tata negara
Prof Dr Sri Soemantri. Karena posisi itu, jubir kepresidenan harus ikut
dalam tiap rapat-rapat kabinet. Bahkan, posisi duduknya pun harus dekat
presiden.

Menurut guru besar emiritus Unpad itu, fungsi dan posisi jubir berbeda
dengan sekretaris presiden (Sespres) dan sekretaris kabinet (Seskab). Sesneg
dan Seskab punya job description sebagai bagian dari kabinet. Keduanya
bicara kepada publik menyampaikan keputusan pemerintah (presiden) menyangkut
bidang pekerjaannya. Sementara, jubir kepresidenen menyampaikan pernyataan
atau pesan presiden dalam kapasitasnya sebagai pribadi presiden. "Seperti
rencana kebaikan BBM itu, yang menyampaikan kan Seskab Marsilam Simanjuntak.
Itu merupakan keputusan pemerintah," tegasnya.

Menurut Sri Soemantri, Bung Karno dulu pun memiliki jubir kepresidenen. Yang
ditunjuk sebagai jubir adalah orang kepercayaan dan yang dianggap mengerti
betul pikiran-pikiran presiden. Salah satu jubir Bung Karno adalah tokoh
tiga zaman Roeslan Abdulgani. "Roeslan Abdulgani jadi jubir karena orang
kepercayaan Bung Karno. Selain itu, Cak Roes mengerti betul pikiran-pikiran
Bung Karno," katanya.

Peranan Wimar dkk juga hampir sama. "Yang membedakan hanya kualitas dan
ketokohannya," tambah Sri Soemantri. Wimar tidak mungkin jadi jubir kalau
tidak dipercaya Presiden Wahid. Begitu pun yang lainnya. "Tidak bisa setiap
orang jadi jubir presiden. Hanya orang kepercayaan dan yang dianggap
mengerti betul pikiran-pikiran presiden saja yang bisa jadi jubir," katanya.

2 comments:

Anonymous said...

tolong di tambahkan dengan karakteristik jubir presiden yang terbaru julian adrian pasha. karakteristik belia belum banyak diketahui orang/masyarakat. trimakasih

Anonymous said...

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,,, Kagem Konco - konco lan Poro Sederek saksedayanipun Ingkang Minulyo, nyuwun tulung bantu ngeshare video ini yg berisikan
Perjalanan Dalam Perjuangan seorang hamba Allah
" Satria Pininggit Cakra
buana Wahyu Cakraningrat Putra Pujangga "
( Rd Arya WH Diningrat )
Tuk Bangsa dan Bumi Pertiwi Nusantara Indonesia... Wassalam.... Hatur Nuwun
Semoga Gusti Alloh Ridho Dengan Semua Ini Untuk Semuanya.......Amin allahuma ya robbal alamin...

http://youtu.be/tlfqs6kgf-g


CINTA IBU PERTIWI INDONESIA PERSADA

Post a Comment

Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.