Demokrasi, Anarkisme, dan Ide Bebas Rakyat

Beberapa hari lalu, Ketua DPRD Sumatra Utara meninggal dunia, ada yang menyatakan penyebab kematiannya karena penyakit jantung, ada pula yang menyatakan akibat pukulan. Kematian Ketua DPRD tersebut merupakan pukulan telak terhadap pilar-pilar demokrasi di tengah-tengah pembaikan kondisi bangsa ini.

Kita merasa simpati terhadap keluarga yang ditinggalkan almarhum, sang ketua yang merupakan wakil lembaga demokrasi yaitu DPRD berusaha menegakkan demokrasi di tengah-tengah amukan massa yang anarkistis. Sehingga kita patut tahu apa itu demokrasi, apa itu anarkisme dan apa itu ide bebas yang bertanggung jawab.

Demokrasi & Rakyat

Bentuk terpenting dari tren negara modern saat ini adalah dikaitkannya negara modern dengan demokrasi, kemudian produk ekonomi kapitalis dan ekonomi pasar. Hal inilah yang menyebabkan perdebatan sengit antara para ilmuwan saat ini. Konsep awal demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demokratia. Demo berarti rakyat dan kratos artinya memerintah. Arti dasar kata demokrasi adalah sistem politik yang diperintah oleh rakyat, bukan kalangan monarki atau aristokrat. Kelihatannya sederhana, tapi sebenarnya tidak. Seperti disinggung oleh David Held, pertanyaannya bisa dialamatkan pada setiap frasa berikut, "memerintah, pemerintahan oleh dan rakyat".

Kita mulai dari frasa rakyat. Siapa yang dimaksud dengan "rakyat" itu? Dalam bentuk apa partisipasi rakyat? Persyaratan apa yang harus dipenuhi untuk menjamin partisipasi rakyat?

Menyangkut frasa "memerintah", yaitu, sejauh mana lingkup memerintah itu? Apakah terbatas kepada bidang pemerintahan atau ada demokrasi industri? Apakah memerintah mencakup keputusan sehari-hari yang harus diambil oleh pemerintah, atau hanya mengacu ke keputusan kebijakan utama saja?

Menyangkut frasa "diperintah oleh", yaitu: apakah perintah "rakyat" harus dipatuhi? Bagaimanakah mengukur kepatuhan dan pembangkangan? Apakah ada kemungkinan di mana beberapa "rakyat" bertindak di luar hukum, jika mereka percaya bahwa hukum yang ada tidak adil? Kapan pemerintah demokrasi menggunakan cara kekerasan terhadap mereka yang dianggap menetang kebijakan pemerintah?

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tadi beragam sesuai periode waktu dan masyarakat. Misalnya, "rakyat" sebelumnya sudah menyadari bahwa mereka sebagai pemilik, baik kalangan terdidik, rakyat awam, orang dewasa, pria, dan wanita. Kemudian pertanyaannya adalah rakyat mana yang harus diwakili, konsepsi rakyat memiliki beberapa kompleksitas keinginan yang bisa dijadikan isu-isu untuk kemudian diformulasikan dalam bentuk hukum oleh negara. Hukum-hukum ini kemudian dijadikan alasan dasar untuk membunuhi ide-ide lain yang bertentangan.

Fenomena semakin banyaknya ide-ide ini harus ditindaklanjuti dengan kemampuan menganalisis masalah-masalah yang benar-benar memiliki tingkat kebutuhan yang tinggi dan diperlukan waktu yang cepat untuk menilainya.

Ada beberapa hal yang harus dicermati dalam kehidupan berpolitik di Indonesia yaitu kombinasi demokrasi dan kapitalisme global yang menyebabkan keamanan dan kebebasan dibuat satu pihak dengan mesin-mesin politik, ekonomi, budaya, dan bahkan mesin perangnya.

Pembedaan dari kombinasi demokrasi dan kapitalisme global ini sangat tipis hanya dibatasi oleh nilai sosial, agama, dan budaya. Arena demokrasi selalu dilandasi dengan tuntutan free idea, yang lebih mengedepankan isu-isu semusim, seperti contohnya kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak), upah buruh, dan sebagainya. Beberapa isu-isu semusim itu jika tidak mendapat tempat, kelompok-kelompok yang tidak puas akan bertindak anarkistis dan cenderung lebih merusak.

Demokrasi Kebablasan

Masa demokrasi sudah mulai luntur ketika nilai-nilai hormat- menghormati suatu keputusan seseorang ataupun kelompok di batasi kepentingan kelompok-kelompok lain yang berseberangan idenya dengan kelompok tersebut, tindakan-tindakan itu bisa bersifat menghancurkan tatanan free idea.

Demokrasi dan liberalisasi sangat erat kaitannya, ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa pembebasan ide adalah suatu bentuk liberalisasi yang tidak bertanggung jawab karena suatu ide tidak bisa dibatasi oleh kerangka berpikir manusia tapi dibatasi nilai-nilai norma yang legal di lingkungan manusia. Konsep free market idea biasanya dilakukan negara-negara maju atau negara industri seperti AS, yang dianggap telah dewasa untuk berpikiran secara rasional yang seimbang. Bahkan negara adidaya ini sudah menyumbang lebih dari 1 miliar dolar untuk menegakkan demokrasi di negara-negara dunia.

Pada zaman Yunani kuno, sistem demokrasi dengan acuan pasar idea telah digunakan pakar politik di zamannya dan pada zaman ini pasar demokrasi sangatlah berguna. Sehingga pada zaman itu, kota-kota kecil di bawah kerajaan Yunani kuno bisa disatukan dalam satu naungan tanpa membatasi ruang gerak kota-kota tersebut karena demokrasi digunakan secara partisipatoris. Mereka telah mengenal sistem referendum (pemilihan umum) yang dilakukan secara sederhana dengan melibatkan kelompok-kelompok kecil dari beberapa kelompok kepentingan baik di tingkat lokal ataupun di tingkat pusat sehingga seluruh aspirasi masyarakat dapat tersalurkan dengan baik (Deden Faturohman dan Wawan Sobari; 2004).

Dari beberapa kelompok yang mengeluarkan ide tersebut biasanya terdiri atas kelompok kepentingan dan kelompok penekan yang selalu memberikan isu-isu dan ide-ide untuk melakukan dorongan dan tekanan terhadap para administrator dan legislator. Biasanya mereka bergerak dalam bentuk-bentuk payung hukum, contohnya adalah para NGO atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang selalu menjadi pihak-pihak yang mencetuskan ide-ide dan dorongan.

Indonesia sebagai negara yang besar menganut sistem demokrasi yang dilatarbelakangi faktor budaya bangsa memiliki kekuatan utama dalam mewujudkan free idea hal ini dikaitkan dengan kemampuan kekuatan budaya-budaya dari etnik dan suku yang ada di Indonesia. Gejala-gejala dalam free idea ini dimulai dengan free to speech (kebebasan dalam mengungkapkan pendapat), free to move (dapat bergerak dengan leluasa) kemudian, free to think (bebas untuk berpikir).

Kode etik dalam kebebasan selalu ada nilai batas yaitu tidak melanggar hak asasi manusia dan selalu bertanggung jawab dalam menjalankan kebebasan tersebut. Jika kode etik itu dilanggar maka bukanlah bagian dari konsep free idea dalam negara demokrasi. ***

Penulis, dosen Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad, sedang menempuh pendidikan S-3 di University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.


Oleh: YOGI SUPRAYOGI SUGANDI
Sumber: Pikiran Rakyat.

No comments:

Post a Comment

Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.