Publik lebih Pilih Facebook daripada Partai Politik

PARTAI politik telah gagal menjalankan peran untuk menyampaikan aspirasi politik rakyat sehingga publik lebih percaya pada kekuatan civil society.

"Parpol secara institusional gagal berperan dalam reformasi ini sehingga diambil kembali oleh civil society. Jangan sampai momentum ini hilang. Reformasi ini harus tetap kita laksanakan," kata Ketua Tim Independen Verifikasi Fakta Adnan Buyung Nasution di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, gerakan pascareformasi sempat mengalami mati suri. Parpol mestinya berperan dalam penuntasan skandal dugaan rekayasa kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Hanya saja, peran itu lebih banyak diambil oleh masyarakat dan media massa. "LSM dan pers berperan luar bisa dalam membentuk momentum ini, kenapa partai politik tidak berperan juga seperti yang dilakukan civil society," kata Buyung.

Adnan menambahkan, masa kerja tim yang dia pimpin bisa diperpanjang jika diperlukan. "Masukan tadi bagus sekali. Apakah tugas tim bisa diperpanjang atau diperluas, itu terbuka.
Ruang lingkup tidak hanya Chandra Hamzah, kita tidak hanya itu. Dari situ, kami lihat keterkaitannya ke mana, nanti kita akan lihat," tuturnya.

Dukungan terhadap Chandra dan Bibit lewat situs Facebook masih terus mengalir deras. Dalam akun Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto, hingga pukul 20.16 mencapai 772.146 orang.

Berbagai pernyataan dukungan juga muncul di dinding Facebook. Seperti Epong Gunawan menulis, 'selamat buat Pak Bibit n Pak Chandra, klo ud kerja lagi tlg buru koruptor kelas kakap'.

Adapun Facebooker Medy Ganteng mengungkapkan dukungannya terhadap cecak (KPK). `Kecil2 cabe rawit. Biar cicak tapi bisa bikin ompong buaya'.

Istilah cecak versus buaya muncul saat Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komjen Susno Duadji dimintai komentar mengenai KPK yang ingin mengusut kasus Bank Century, tetapi terbentur oleh langkah polisi yang melakukan hal sama.
"Cecak kok mau melawan buaya," katanya.

Dukungan serupa juga muncul di situs www.Youtube.com yang memunculkan lagu berjudul KPK di Dadaku. Lagu itu dinyanyikan oleh Fariz RM, Once, Kadri-Jimo, dan Cholil dengan musik yang dimainkan oleh band Netral.

Sejumlah komentar juga dilontarkan di situs itu. Seperti seseorang yang berinisial `c11ir0' menulis, `Lagu ini jd trend jg yh sekarang??
Apalagi dengan adanya persoalan korupsi sekarang ini.
Kobarkan semangat cinta tanah air & bangsa'.

Gagal sejak lama Pakar ilmu politik Unair Ramlan Surbakti menilai masyarakat sebenarnya telah sejak lama menilai parpol gagal melakukan perannya. "Kalau melihat hasil pemilu sejak 1999, pilihan masyarakat cenderung berubah. Dari PDIP ke Partai Golkar, hingga ke Partai Demokrat. Publik tidak mempercayai partai sehingga lebih bersifat swing voters," katanya.

Ditambah lagi, lanjutnya, parpol cenderung lamban dalam bekerja. Akibatnya, publik lebih memilih menyalurkan aspirasinya melalui saluran teknologi informasi (TI) yang lebih cepat, efektif, dan personal.

"Persoalannya, kenapa parpol masih tidak menggunakan saluran itu. Padahal, publik cenderung bersimpati kepada korban, hanya saja parpol tidak menangkap itu," katanya.

Namun, ia tidak melihat fenomena maraknya dukungan melalui Facebook sebagai kegagalan parpol.
"Sejak lama parpol telah bertindak tidak sesuai harapan masyarakat," ujarnya.

Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi menilai fenomena dukungan masyarakat di dunia maya merupakan bukti deparpolisasi di publik.

"Jadi sejauh ini membuktikan terjadinya deparpolisasi dan kematian partai politik dalam mengagregasi suara rakyat karena muncul wakil rakyat yang baru dari kalangan nonparlemen," ujar Burhanuddin.

Menurutnya, kemunculan kekuatan non parlemen mempunyai dua efek yang berbeda, yakni publik jadi memiliki saluran aspirasi setelah jalur parpol gagal. Di sisi lain, hal itu memperlihatkan kegagalan demokrasi.

Bila kondisi itu berlanjut, katanya, akan memunculkan sinisme publik terhadap partai dan DPR.


Sumber: Kompas.

No comments:

Post a Comment

Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.