Kondisi politik pascareformasi 1998 menyebabkan partai politik tidak bisa menghindari praktik politik kartel. Fenomena perburuan rente itu tidak hanya terjadi di parlemen, tetapi juga di kabinet. Politik kartel itu membuktikan gagalnya partai dalam memberikan pendidikan politik.
Hal itu mengemuka dalam bedah buku Mengungkap Politik Kartel yang ditulis peneliti Lembaga Survei Indonesia, Kuskridho Ambardi, di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (27/10). Buku yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia itu merupakan disertasinya di Ohio State University, Amerika Serikat.
Kuskridho yang akrab dipanggil Dodi mengatakan, politik kartel muncul pascareformasi 1998. Tergulingnya rezim Orde Baru tak membuat sistem kepartaian di Indonesia semakin kompetitif memperjuangkan ideologi masing-masing. Oposisi dalam sistem pemerintahan semakin memudar seiring banyaknya parpol yang lebih memilih berkoalisi.
Parpol hanya bersaing pada saat pemilu dan kompetisi itu menghilang begitu presiden menyusun kabinet. Ia mencontohkan, pembentukan kabinet pada periode 1999-2004 merupakan bukti adanya kartelisasi dalam politik. Bukti lain adalah parpol yang memiliki pandangan sama terhadap kebijakan privatisasi, bertukar konsesi pada penyusunan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, dan lainnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Zulkieflimansyah, tidak membantah adanya politik kartel di parlemen. Menurut dia, praktik yang dijabarkan Dodi sesuai dengan kondisi politik yang terjadi saat ini.
Kartel politik terjadi antara lain karena mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan parpol untuk memenangi pemilu. Sebagian besar masyarakat masih menganggap uang sebagai pertimbangan untuk memilih calon legislatif atau parpol tertentu.
Kondisi itu juga dibenarkan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ganjar Pranowo. Menurut dia, masyarakat tidak lagi memikirkan kesamaan ideologi dalam menentukan pilihan suara, tetapi lebih mempertimbangkan materi. ”Yang penting beras dan uang. Makanya, sekarang ini yang terpilih mereka yang punya beras dan uang,” tegasnya.
Sumber: Kompas.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.