Hukuman Mati Jadi Komoditas Politik

Pemberlakuan hukuman mati sebagai bentuk hukuman yang kejam dan tidak manusiawi masih dijadikan alat politik dalam kampanye pemilu, baik pada Pemilu 2004 maupun Pemilu 2009. Isu itu digunakan untuk mendapatkan kepercayaan publik dan meningkatkan perolehan suara, baik bagi partai politik maupun pasangan calon presiden-calon wakil presiden.

”Penggunaan isu hukuman mati dalam kampanye pemilu tak sejalan dengan isi konstitusi yang menegaskan hak hidup sebagai hak yang tak bisa dikurangi,” kata Direktur Program Imparsial Al Araf pada peluncuran kajian Imparsial tentang hukuman mati di Jakarta, Rabu (6/1/2010).

Pada Pemilu Presiden 2004, yang diikuti lima pasangan capres-cawapres, kelima pasangan calon setuju penerapan hukuman mati untuk kasus tertentu. Pada Pemilu Presiden 2009, yang diikuti tiga pasangan capres-cawapres, seorang calon presiden dan seorang calon wapres berpendapat pula hukuman mati bisa diterapkan.

Pengampanyean hukuman mati oleh parpol ataupun capres-cawapres umumnya digunakan pada kasus kejahatan tertentu, seperti korupsi atau terorisme. Hukuman mati digunakan untuk menunjukkan bahwa peserta pemilu bisa menyelesaikan berbagai persoalan kejahatan besar.

Namun, asumsi itu tidak terbukti. Ancaman hukuman mati nyatanya tidak mampu menekan angka korupsi dan tidak menghalangi orang untuk melakukan korupsi. Korelasi antara hukuman mati dan berkurangnya tingkat korupsi juga tidak terjadi di negara yang berhasil mengurangi tingkat korupsinya.

”Pengurangan korupsi bukan bergantung pada sanksi pidana, tetapi pada sistem untuk memberantasnya,” tambahnya.

Jumlah vonis mati yang dijatuhkan lembaga pengadilan Indonesia pada 1998-2009 mencapai 119 kasus. Terpidana dari Indonesia sebanyak 64 orang dan warga negara asing 55 orang. Sebanyak 21 terpidana telah dieksekusi mati.

Peneliti Imparsial, Ardi Manto, menambahkan, dari audiensi Imparsial dengan fraksi DPR periode 2009-2014, dua fraksi setuju hukuman mati diteruskan, tiga fraksi ragu-ragu, dan satu fraksi setuju dihapuskan. Namun, persetujuan fraksi yang menginginkan dihapusnya hukuman mati itu bermuatan politik karena tidak sama dengan sikap pimpinannya.

No comments:

Post a Comment

Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.