Gelar Pahlawan, Aksi Politis?

Desakan penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada almarhum KH Abdurrahman Wahid terus bergulir. Tuluskah usulan tersebut atau hanya menjadi komoditas politik?

Dukungan politis dari partai politik telah bermunculan sejak berita meninggalnya Gus Dur tersiar. PKB dan PPP menjadi partai politik yang pertama kali mengusulkan gelar kepahlawanan terhadap Gus Dur. Disusul partai politik lainnya seperti PDI Perjuangan hingga partai penguasa saat ini yaitu Partai Demokrat.

Selain dukungan politis oleh partai politik, dukungan melalui dunia maya juga massif. Setidaknya melalui akun jejaring sosial Facebook, dukungan publik untuk mendukung Gus Dur menjadi pahlawan nasional muncul lebih dari satu akun grup.

Seperti akun ‘Dukung Gus Dur Jadi Pahlawan’ hingga Sabtu (2/1) telah memiliki 4.988 anggota, ‘5.000.000 Facebookers Tetapkan Gus Dur Pahlawan Nasional’ yang telah memiliki 15.517 anggota, ‘100 Juta Dukungan Penobatan Gus Dur Sebagai Pahlawan Nasional’ yang memiliki 9.972 anggota.

Dukungan penganugerahan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Gus Dur setidaknya muncul dari dua sumber. Pertama dari kalangan elit partai politik, sedangkan kedua dari masyarakat luas yang tidak memiliki kaitan politis dengan partai politik tertentu yang direpresentasikan dukungan melalui dunia maya seperti Facebook.

Argumentasi rasional menyertai usulan para politisi atas penganugerahan kepahlawanan terhadap Gus Dur. Seperti alasan dari Partai Demokrat yang menilai, penganugerahan kepahlawanan bagi Gus Dur cukup masuk akal karena jasanya bagi pluralism dan multikulturalisme.

“Sebagai bapak pluralisme dan multikulturalisme, kepahlawanan GD amatlah nyata,” ujar Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Pernyataan dukungan Partai Demokrat setelah pernyataan Presiden SBY saat proses pemakaman Gus Dur di Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, Kamis (31/12) lalu.

Hal senada disampaikan Kaukus Parlemen Pancasila yang mengusulkan agar Gus Dur mendapat gelar pahlawan nasional. Tujuannya agar ide-ide kebhinekaan tetap berlangsung dalam rangka memperkuat NKRI.

“Demi memberikan penghargaan atas kerja-kerja almarhum dan keberlangsungan ide-ide kebhinekaan untuk memperkuat NKRI maka Kaukus Parlemen Pancasila mengusulkan kepada DPR dan pemerintah untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Gus Dur,” ujar Eva Kusuma Sundari yang mewakili Kaukus Parlemen Pancasila.

Dukungan semakin massif tehadap gagasan penganugerahan Gus Dur menjadi pahlawan semakin gencar sesaat setelah proses pemakaman tokoh NU itu di Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Apalagi, respons publik sesaat kabar meninggalnya Gus Dur cukup deras. Mulai mendatangi RSCM tempat Gus Dur wafat, Ciganjur, hingga di Tebu Ireng Jombang, Jawa Timur.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Martha Adiputra menilai respons publik yang luar biasa atas meninggalnya Gus Dur jelas memberi pengaruh penting terhadap usulan-usulan penganugerahan pahlawan nasional.

“Saya menilai, ada kepentingan politis dari partai politik atas usulan penganugerahan pahlawan kepada Gus Dur. Ini tidak terlepas dari respons publik yang luar biasa kepada almarhum,” cetusnya kepada INILAH.COM di Yogyakarta, Sabtu (2/1).

Lebih dari itu, Wisnu menilai, justru tidak tepat penganugerahan pahlawan kepada Gus Dur dilakukan saat-saat ini. Selain terlalu cepat, penganugerahan tersebut justru memperkecil posisi Gus Dur yang telah melampaui tokoh nasional, yaitu figur yang telah mendunia.

“Ini adalah usulan yang berlebihan, belum saatnya penganugerahan pahlawan nasional. Karena Gus Dur lebih dari itu. Yang penting mengepsklore gagasan Gus Dur. Kita jadikan tindakan politik yang benar semangat Gus Dur. Karena Gus Dur tidak hanya pahlawan nasional tetapi internasional,” ujarnya seraya menegaskan hanya Gus Dur yang didoakan oleh enam umat agama sekaligus.

Desakan parpol dan publik begitu kuat atas penganugerahan pahlawan terhadap Gus Dur. Pemerintah pun tanggap meresponnya. Menteri Sosial Jufri Salim Assegaf, pihaknya merespons usulan dari masyarakat.

“Saya merespon positif aspirasi masyarakat. Menurut prosedur UU pemberian gelar diusulkan masyarakat, lalu pemerintah membentuk tim penilai dari unsur sejarawan,” ujarnya. Baru kemudian hasil penilaian itu diusulkan kepada Presiden.

Penganugerahan gelar pahlawan bagi Gus Dur memang sudah sepantasnya. Hanya saja, publik harus waspada, jika usulan dari partai politik tak lebih dari upaya kapitalisasi Gus Dur saja untuk kepentingan politis. Tujuannya, hanya untuk meraih simpati para pendukung Gus Dur.

Padahal lebih dari itu, menyebarkan dan mengamalkan ajaran Gus Dur jauh lebih mendesak dan penting daripada sibuk cari muka memberi gelar pahlawan. Toh, Gus Dur tak butuh gelar itu. Gus Dur butuh pluralitas, demokrasi, dan keberagamaan semakin tumbuh sumbur di negeri ini.

Oleh: R Ferdian Andi R
Sumber: INILAH.

No comments:

Post a Comment

Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.