BI Tak Boleh Buta Politik
Jajaran Bank Indonesia (BI) dinilai tidak boleh berpolitik tetapi tidak juga tidak boleh buta politik. Saat ini banyak politisi yang mempolitisasi kasus dalam BI sehingga menyeret para petinggi BI.
Hal ini disampaikan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Bachtiar Effendy dalam seminar "Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Perpesktif Politik" di Gedung Bank Indonesia, Jalan M.H.Thamrin, Jakarta, siang ini (5/1/2010).
"Siapa dari BI yang bisa mengelak dari kekuasaan DPR? Itu yang terjadi di kasus Pak Burhanuddin," ujar Bachtiar.
Bachtiar menambahkan keadaan saat ini tidak terjadi pada masa Orde Baru karena pemerintahannya terkontrol. DPR pun ikut terkendali oleh Presiden sehingga tidak ada kasus-kasus dalam Pemerintah yang terangkat.
"Tapi itu tidak terjadi pada masa orde baru karena pemerintahnya terkontrol, kalau sekarang DPR liar," ungkapnya.
DPR saat ini, tambah Bachtiar, merasa punya kekuasaan untuk mengawasi siapa saja, termasuk BI. Oleh karena itu, saat ini, sering terjadi tarik-menarik kepentingan politik.
"DPR merasa kuasa mengawasi, jadi akan terjadi tarik-menarik politik," tegasnya.
Sumber: Detik Finance.
BI Diusulkan Miliki Deputi Bidang Politik
Bank Indonesia (BI) diusulkan untuk memiliki Deputi Gubernur yang khusus mengamati perkembangan dan kondisi politik yang ada. Deputi ini diadakan agar BI tidak buta politik untuk membantu BI menjaga independensinya.
Hal tersebut menilik dari beberapa kasus politik dan hukum yang sempat dialami BI, di mana seharusnya membuat BI semakin membuka diri pada kondisi politik dan bukan berarti harus terlibat dalam politik praktis itu.
"BI tidak boleh berpolitik, tapi tidak boleh buta politik. Harus ada deputi yang tahu perkembangan-perkembangan politik. Tidak mungkin BI bisa survive untuk tetap independesi kalau buta politik? Politik menjadi penting," ujar pengamat politik merangkap Guru Besar Universitas Syarif Hidayatullah, Bachtiar Effendi di Seminar Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Perspektif Politik, di Menara Syafruddin Bank Indonesia, di Jakarta, Selasa (5/1/2010).
Posisi Deputi Gubenur BI memang tidak diisi oleh orang-orang yang mengerti bidang politik dan hukum sejak 1997. Hal tersebut yang pada akhirnya membuat BI menjadi bulan-bulanan politisi atas kebijakan yang dinilai tidak sesuai.
"Sudah tidak ada lagi deputi berlatar belakang hukum sejak 1997," tambah Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI) Dian Ediana Rae.
Menurut Dian, sejak BI dinyatakan independen pada 1999, BI nyata-nyata menjadi korban dalam beberapa kasus yang bermula dari persoalan tarik-menarik kekuasaan politik BI dengan DPR dan pemerintah.
"Dalam kasus-kasus ini terlihat nyata bahwa yang paling menjadi korban adalah Bank Indonesia. Hal ini karena lemahnya proteksi politik dan konstitusional BI setelah BI dinyatakan independen pada 1999," pungkasnya.
Sumber: Okezone.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.