Ruang khayal kita selalu dipenuhi sederet tokoh masa lalu, seperti Sisingamangaraja, Teuku Umar, Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Patimura, dan sederet nama beken lainnya ketika terkenang sejarah kepahlawanan negeri ini.
Mengenang tokoh masa lalu - pahlawan nasional - menandakan bangsa ini tahu berterima kasih kepada para pahlawan. Ini juga menandakan bangsa ini tidak lupa kacang akan kulitnya.
Bangsa ini menyadari bahwa di atas kemerdekaan bangsa, tulang rapuh para pahlawan telah menjadi tiang penyangga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti kata orang bijak, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.
Namun, jika memperingati pahlawan hanya sebatas mengenang kisah patriotisme pahlawan, kita bisa jatuh ke dalam romantisme pahlawan. Yang jauh lebih penting sebenarnya adalah bagaimana kisah heroik para pahlawan menjadi sumber inspirasi generasi berikutnya.
Menjadi Pahlawan
Menjadi pahlawan saat sekarang pasti tidak harus cakap menggunakan bambu runcing, tombak, dan bayonet seperti pahlawan tempo dulu. Bukan saja musuh yang dihadapi saat ini tidak berwujud bagai tentara - tentara negara imperialis yang tidak berperikemanusiaan dan keadilan.
Musuh kita saat ini adalah kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, kenestapaan, dan penindasan yang masih menjadi warisan abadi pascaera kolonial berakhir. Indonesia modern membutuhkan pahlawan-pahlawan bangsa yang tidak lagi berperang dengan bambu runcing. Bukan juga pahlawan yang siap mati konyol hanya demi sebuah ideologi perjuangan.
Apalagi pahlawan yang hanya pintar beretorika, namun nihil dalam tindakan. Akan tetapi, pahlawan yang berikhtiar dengan sungguh-sungguh melepaskan Indonesia dari berbagai keterpurukan dan sukses membawa bangsa ini menjadi negara yang memiliki harkat serta martabat di mata seluruh negara di dunia. Itulah pahlawan masa depan. Dialah pahlawan yang kita nanti-nantikan.
Dibutuhkan pahlawan yang berani mengungkap skandal korupsi tanpa tebang pilih dan pilih-pilih buku pada seluruh lapisan birokrasi pemerintah dan peradilan di negeri ini. Dibutuhkan pahlawan yang berani membongkar kecurangan pada setiap proyek pembangunan yang konon selalu di-mark up 45 persen dari biaya proyek sebenarnya. Dibutuhkan pahlawan antikorupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sudah sewajarnya negara membuka akses-akses supaya pahlawan ini segera muncul bak cendawan di musim hujan. Namun kenyataannya, negara lebih senang membuka nostalgia masa lalu ketika Hari Pahlawan menjelang. Miliaran dana dihabiskan demi menapak tilas berbagai kisah heroik para pahlawan bangsa ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Ya, setiap tahun negeri ini merayakan Hari Pahlawan tanpa visi pahlawan masa kini. Lihatlah para pahlawan masa kini seperti yang disebut di atas tidak pernah memperoleh legitimasi dan apresiasi dari negara. Malah, sering terjadi keberanian dan kisah heroik mereka mempertahankan kebenaran justru dijadikan sebagai legitimasi memecundangi karier mereka di kemudian hari.
Banyak dari anak bangsa negeri ini yang seharusnya mendapat predikat pahlawan masa kini, ternyata dipecat dari instansinya, diberangus aktivitas politiknya, dibungkam kritiknya, bahkan ada yang dihabisi akibat keberaniannya mengungkap kebenaran. Termasuk para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja sebagai pembantu, kuli dan buruh di mancanegara pantas disematkan lencana pahlawan masa kini.
Mereka merupakan pahlawan devisa yang setiap bulan menyetorkan uang miliaran ke dalam kas negara. Ketika pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja, TKI tidak menuntut balik pemerintah dengan aksi jalanan. TKI mencari solusi sendiri dengan bekerja ke luar negeri. Namun, lagi-lagi negeri ini tidak peduli dengan pengorbanan pahlawan ini.
Selama di negeri orang, pemerintah tidak mampu melakukan negosiasi dengan negara tempat TKI bekerja. Berbagai cerita duka tentang nasib tragis TKI akibat perbuatan sewenang-wenang majikannya sama sekali tidak menantang pemerintah guna campur tangan supaya kejadian yang tidak berperikemanusiaan terhadap TKI terulang lagi.
Dalam pandangan pemerintah, TKI tidak lebih sebagai komoditas ekspor ketimbang dipandang sebagai pahlawan devisa. Jangankan melindungi nasib mereka di luar negeri, ketika pulang ke Tanah Air, mereka menjadi santapan lezat aparat birokrat dan pihak lain.
Pahlawan Masa Kini
Bangsa Indonesia kaya dengan pahlawan masa lampau, tetapi miskin pahlawan masa kini. Setiap tahun pemerintah tidak pernah kehabisan stok untuk membaptis tokoh masa lalu menjadi pahlawan nasional, sementara itu tidak satu pun putra bangsa saat ini dilirik untuk dibaptis menjadi pahlawan masa kini.
Apakah di antara putra bangsa ini tidak ada yang pantas menyandang predikat pahlawan antikorupsi? Apakah tidak ada di antara para TKI sanggup disematkan lencana kepahlawanan? Apakah Munir tidak cocok dianggap sebagai pahlawan kebenaran? Krisis multidimensi yang belum berakhir sebenarnya merupakan lahan subur lahirnya pahlawan masa kini.
Pahlawan adalah sosok yang berjuang tanpa pamrih dalam berbagai bidang demi kepentingan bangsa dan tanah airnya. Memang mengharapkan dari birokrasi dan legislatif kita lahir pahlawan masa kini adalah sesuatu yang mustahil. Birokrasi dan legislatif dipenuhi orang-orang yang tidak punya semangat berprestasi demi kemajuan bangsa. Kebanyakan para aparat di birokrasi masih beranggapan rakyat bukan untuk dilayani, namun dijadikan santapan demi menggemukkan pundi-pundi mereka.
Walau begitu, optimisme masih tetap ada. Selalu ada dua atau beberapa orang dari aparat negeri kita berani menyelamatkan uang negara dari penjarahan yang prosedural, pahlawan yang mampu memotong carut-marut lini birokrasi yang memusingkan rakyat, pahlawan yang anti-KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), pahlawan yang selalu menggunakan pedang keadilan tanpa pandang bulu ketika memutuskan perkara, dan pahlawan yang mampu mengeluarkan bangsa ini dari berbagai krisis yang melanda.
Kita berharap di masa kepemimpinan SBY, lahir pahlawan-pahlawan masa kini. Kalau pemerintah SBY punya komitmen memajukan bangsa ini dengan cara menghapuskan korupsi dan berbagai retorika yang dulu pernah terucap di hadapan rakyat, maka pemerintah SBY harus berani juga mengangkat pahlawan antikorupsi, pahlawan kebenaran, pahlawan keadilan, dan pahlawan antikolusi. Berani ! (*)
ARFANDA SIREGAR Alumnus UGM Yogyakarta
Sumber: OkeZone
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Silahkan meninggalkan komentar apapun. Terimakasih.